Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Artikel Rudi Hartono’ Category

Oleh : Rudi Hartono
s2020067.JPGs2020067.JPGs2020067.JPG

Masalah pendidikan adalah hal yang sangat urgen dalam pembangunan nasional karena hal tersebut menyangkut -human capital- faktor penting yang mendorong perkembangan tenaga-tenaga produktif berdasarkan laporan UNDP dalam mengumumankan Annual Human Development Report [HDR] tanggal 7 September 2005 menyebutkan bahwa indonesia termasuk dalam kategori 50 negara yang tingkat Human Development Index terendah seiring dengan semakin massif keterlibatan IMFdan WTO di negeri tersebut. Ini adalah merupakan problem pokok yang harus di tuntaskan oleh rakyat indonesia untuk mengejar ketertinggalannya dengan negara lain, salah satu jalannya dengan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Rejim yang berkuasa di indonesia termasuk rejim SBY-JK yang berkuasa saat ini tidak pernah menempatkan prioritas pendidikan sebagai sektor yang harus di dahulukan, di utamakan di banding dengan sektor-sektor lain, hal ini bisa kita lihat dalam kebijakan-kebijakan mereka; pertama anggaran untuk pendidikan tidak pernah melampaui 10 % dari anggaran belanja negara, dibandingkan dengan porsi/porsi yang TIDAK penting seperti pembayaran utang luar negeri dan surat obligasi perbankan angka untuk pendidikan sangat kecil, kedua akibat dari problem anggaran tersebut adalah fasilitas pendidikan; mulai bangunan sekolah hingga buku-buku pelajaran sangat langka, kalaupun ada itu sangat MAHAL dan susah di jangkau oleh semua orang. Ketiga karena MAHAL ditambah semakin besarnya peran swasta dalam dunia pendidikan-untuk akumulasi modal- membuat pendidikan semakin menurun daya tampungnya dan putus sekolah semakin meningkat. Keempat karena kebijakan ekonomi-politiknya banyak di tentukan oleh modal internasional [IMF, WTO, Bank Dunia, CGI dan Paris Club] maka rejim berkuasa pun harus tunduk dan menjalankan program General Agreement on Trade and Service(GATS) yang diantaranya adalah komersialisasi pendidikan bentuknya swastanisasi/BHMN-isasi, pencabutan subsidi pendidikan, dan lain sebagainya.

Dalam kasus Ujian Nasional beberapa bulan yang lalu, Wapres Jusuf Kalla gerah dengan kritikan banyak pihak tentang banyaknya anak yang tidak lulus Ujian Nasional, menurut kalla; ”peningkatan standarisasi kelulusan tujuannya adalah menaikkan kualitas pendidikan agar bangsa kita tidak menjadi bangsa kuli”. Ini adalah statement yang absurd dan tidak masuk akal karena JK berbicara tentang standarisasi dan kualitas pendidikan sedangkan disisi lain upaya untuk menaikkan kualitas pendidikan/variabel-variabel pendukungnya justru tidak terjadi seperti; mana mungkin kita bicara kualitas jika fasilitasnya buruk, buku-bukunya mahal, bangunan terancam roboh, dan kesejahteraan gurunya sangat minim. Pemerintah terlalu menargetkan kualitas lebih sedangkan disisi lain semakin menghancurkan sistem pendidikan kita, Yusuf Kalla berbicara menolak menjadi bangsa Kuli tapi disisi lain pemerintah kita membudak pada kepentingan imperialisme global untuk membayar hutang najis, mencabut subsidi pendidikan, menaikkan BBM yang membuat situasi ekonomi Rakyat semakin sulit.

Dalam peringatan H.U.T PGRI di Solo kembali Jusuf Kalla memperlihatkan sikap reaksionernya ketika guru-guru ber-demonstrasi di depannya dan menggambarkan gedung sekolah mereka yang sama dengan kandang ayam; Jusuf Kalla pun marah-marah. Padahal sangat nyata di media tiap hari kita di perlihatkan dengan anak-anak yang harus belajar di luar gedung karena sekolah mau ambruk, atau sekolah-sekolah dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Perlawanan terhadap situasi pendidikan yang carut-marut ini pun terjadi dimana-mana, di UI, UGM,Unhas, UNM, Ikip mataram, UPN surabaya, dan berbagai kampus di indonesia semuanya menuntut pendidikan harus murah. Bahkan wacana pendidikan gratis-ilmiah dan demokratis yang menjadi program perjuangan LMND dulunya di anggap terlalu ektrem/utopis kini mulai menjadi tuntutan gerakan, bukan hanya mahasiswa TAPI juga buruh, tani dan kaum Miskin Kota yang punya kepentingan dengan pendidikan gratis. Pertanyaannya mungkin pendidikan gratis itu di lakukan di indonesia? Jawaban kami(baca;LMND) bahwa itu sangat BISA; (1) Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah yang jika itu bisa di manfaatkan untuk kepentingan rakyat, bisa mendanai kebutuhan-kebutuhan sosial rakyat menjadi gratis, termasuk pendidikan. problemnya saat ini adalah bahwa kekayaan alam yang melimpah tersebut tidak pernah di peruntukkan untuk kepentingan rakyat malah di serahkan untuk kepentingan imperialisme, contoh dalam sektor pertambangan –PT.Freeport di Papua Menurut catatan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 1991 hingga tahun 2002, PT Freeport memproduksi total 6.6 juta ton tembaga, 706 ton emas, dan 1.3 juta ton perak. Dari sumber data yang sama, produksi emas, tembaga, dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan 8 milyar US$. Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas pada tahun 2004 dari lubang Grasberg setara dengan 1.5 milyar US$.Berdasarkan laporan pemegang saham tahun 2005, nilai investasi FM di Indonesia mencapai 2 milyar dollar. Freeport merupakan perusahaan emas penting di Amerika karena merupakan penyumbang emas nomor 2 kepada industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Pemasukan yang diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT. Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di Pegunungan Tengah Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun) lebih untuk tahun 2004 saja. Dalam nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3 tahun hingga tahun 2004, total pengasihan PT. Freeport kepada Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 % pendapatan bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta dollar (460 milyar rupiah). Bayangkan jika ini di olah dan di gunakan untuk kepentingan rakyat? Khusunya untuk sector pendidikan? (2).utang luar negeri yang notabene sebahagian besar adalah hutang najis/illegalitimate debt justru banyak menguras anggaran Negara, untuk APBN 2006 saja 40% di peruntukkan untuk membayar cicilan utang sedangkan untuk pendidikan hanya 11% untuk tahun 2006. Menurut susan George utang hanyalah skenari Negara-negara maju untuk menjebak Negara-negara miskin untuk masuk dalam perangkat ekonomi neo-liberal mereka [debt trap], sehingga di butuhkan sebuah komitmen politik yang nyata dari pemerintah untuk menolak membayar utang dan di gunakan untuk keperluan membiayai pendidikan, kesehatan dan industrialisasi nasional. (3). Jika pemerintah tulus memberantas korupsi dan menyita harta koruptor utamanya yang klas kakap seperti Soeharto, Akbar tanjung, Syamsul Nursalim,dll maka itupun sebenarnya sanggup untuk pembiayaan sector pendidikan. Belum lagi solusi lain seperti penarikan surat obligasi, pajak progressi bagi orang kaya, pajak bagi impro barang2 mewah dan lain sebagainya merupakan jawaban bahwa pendidikan Indonesia sebenarnya sangat bisa untuk GRATIS. Di beberapa daerah seperti Jembrana, Kutai Kertanegara, dan Gorontalo pemerintah daerah manpu memberikan pendidikan GRATIS, kenapa pemerintahan SBY-JK tidak mampu.

Sehingga dalam perjuangan untuk pendidikan bagi seluruh rakyat; maka tuntutan kita sudah seharusnya pendidikan Gratis, Ilmiah dan Demokratis untuk Rakyat! Kenapa harus ilmiah? Karena selama ini pendidikan lebih di abdikan untuk kepentingan kapitalisme dalam bentuk program Link and Macth, kurikulum pendidikan, dan lain sebagainya. Pola Link and Match adalah pola hubungan antara industri, lembaga pendidikan terutama pendidikan tinggi, dan pemerintah yang menekankan bahwa pendidikan haruslah menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja (industri dan pemerintah), mengkondisikan peserta didik untuk dapat lebih mudah diserap oleh industri dan pemerintah, dan menjadikan laboratorium perguruan tinggi sebagai pusat-pusat riset untuk kepentingan industri dan pemerintah. Pendidikan harus lebih di abdikan pada kurikulum yang lebih humanis, kerakyatan, dan mampu menjawab problem-problem keterbelakangan tenaga produktif di Indonesia.

Read Full Post »